KRISIS KEUANGAN SEPANJANG SEJARAH
Black Thursday (1929)
Diawali dengan jatuhnya harga saham pada 24 oktober 1929 hingga mancapai 13% . walaupun otoritas saham modal telah berupaya menstabilkan pasar, harga saham terus jatuh hingga 11%. Selanjutnya pasar jatuh sampai dasar dimana harga saham tersapu hingga 90%. Karena saham dimilikim kelas menengah maka terjadi pengurangan tingkat konsumsi yang besar, kalangan bisnis menunda investasi dan menutup pabrik yang diikuti sepertiga warga AS menjadi pengangguran.Reaksi atas hal ini, program New Deal diluncurkan. Bank sentral menaikkan suku bunga untuk melindungi nilai tukar dolar AS dan standar emas, dan pemerintah AS menaikkan tariff dan memakai semua surplus anggaran. New Deal memperkenalkan peraturan ekstensif dalam pasar keuangan dan perbankan melalui Komisi Sekuritas dan Saham atau badan pengawas pasar modal, serta kebijakan pemisahan antara bank komersial dan ritel.
Skandal tabungan dan Pinjaman As (1985)
Lembaga Saving dan Loans di AS terdiri dari bank-bank lokal yang menawarkan pinjaman perumahan dan menarik tabungan dari para investor ritel. Berkaitan dengan deregilasi era 1980-an bank-bank tersebut melakukan transaksi keuangan yang jauh lebih kompleks, cenderung tidak bijak untuk berkompetisi dengan bank-bank besar. 1985 banyak lembaga-lembaga tersebut bangkrut, dan pemerintah AS menjamin banyak deposito pribadi sehingga menanggung beban keuangan yang besar. Pemerintah kemudian mendirikan Resolution Trust Company untuk mengambil alih dan menjual asset-aset lembaga keuangan lokal, hingga mencapai 150 milyar dolar AS.Krisis kemudian memperkuat posisi bank-bank besar dengan mekanisme konsolidasi dan merger perbankan.
Black Monday (1987)
Pada 19 Oktober 1987, indeks Dow Jones yang bersisi indeks perusahaan-perusahaan terkemuka AS anjlok hingga 22%. Krisis dipicu oleh inseider trading yang mendominasi pasar. Dimana pada titik itu nilai tukar US$ melemah, dipicu pula oleh kebijakan Jerman menaikkan suku bungan hingga nilai Marks naik. Selanjutnya perdagangan saham terkomputersiasi baru awal diperkenalkan, dan perintah jual dieksekuasi secara otomatis. Kemudian The Fed dan bank-bank sentral segera menurunbkan tingkat bunga secara tajam.
Suku Bunga Merosot (Agustus-Oktober 1992)
Pasar saham terpuruk setelah pemerintah berupaya menekan mata uang Inggris dalam Europian Exchange rate Mechanism (ERM), kemudian bank sentral menaikkan suku bunga hingga 15% yang menyebabkan pasar saham anlok.
Investasi Jangka Panjang Bangkrut
Krisis diawali pada krisis keuangan yang dimulai di asia pada 1997, kemudian menyebar hingga Rusia dan Brazil. Pasar Modal Jangka Panjang /Long Term Capital Market (LCTM) adalah dana lindung nilai (hedge fund) untuk perdagangan obligasi. Dengan landasan pemikiran bahwa tingkat suku bunga pada berbagai obligasi milikin pemerintah akan sama atau konvergen. Ketika Rusia menutup obligasinya, dan investor memindahkan obligasi pemerintah ketempat yang lebih aman yaitu ke treasury bond terjadi perbedaan suku bunga antar obligasi naik tajam. LCTM tiba-tiba kehilangan miliaran dolar untuk tetap mejaga likuiditasnya, dan menjual obligasi US Treasury yang berakibat suku bungan melambung, dan industry kredit AS mengalami kekacauan. The Fed mencegah kolapnya LCTM dengan membuat bank-bank terkemuka menempatkan dana dan kemudia dilanjutkan dengan memotong suku bunga.
Krisis DOTCOM (Maret 2000-2003)
Masuknya perusahaan internet Amazon dan AOL pada pasarsaham, dan saham-saham perusahaan tersebut langsung melonjak naik ketika listed di bursa. Booming internet mencapai peaknya ketika AOL membeli Time warner, hingga perusahaan-perusahaan internet menjadi primadona di pasar saham. Pada Oktober 2002, indeks saham Nasdaq runtuh, dimana Nasdaq saat itu di dominasi perusahaan berbasis teknologi. Runtuhnya saham internet dan semakin diperparah kejadian 9/11. Kemudian The Fed memotong suku bungan sepanjang 2001, secara perlahan menurunkn tingkat suku bunga dari 6,25 % ke 1% untuk menstimulus pertumbuhan ekonomi.
Serangan Menara Kembar WTC
Menyebabkan kerugian luarbiasa di pasar saham London dan pasar global. Indeks FTSE anjlok 5,7% dan kerugian pasar saham dengan mengalami ketidakpastian.
Kredit Boom (2003-2007)
Ekonomi yang tumbuh mulai membaik, suku bunga rendah dalam kredit properti mendorong peningkatan kredit murah rumah.,
Subprime Bangkrut (2008)
Diawali juga dengan kredit perumahan , danpemberian kredit perbankan kepada nasabah yang belum ketahuan jejak rekam serta berpendapatan rendah subprime mortage
Komentar
Dalam sejarah ekonomi, ternyata krisis sejenis ini pernah melanda di hampir semua negara yang menerapkan sistem kapitalisme. Krisis demi krisis ekonomi terus berulang, sejak tahun 1923, 1930, 1940, 1970, 1980, 1990, 1998 – 2001, dan 2007 hingga saat ini krisis semakin mengkhawatirkan akibat tragedi finansial di Amerika Serikat. Berdasarkan artikel diatas sepanjang abad 20 telah terjadi terjadi berkai-kali krisis besar yang melanda banyak negara. Fakta ini menunjukkan bahwa secara rata-rata, setiap 5 tahun terjadi krisis keuangan hebat yang mengakibatkan penderitaan bagi ratusan juta umat manusia. Salah satu sumber kerapuhan fundamental ekonomi (fundamental economic fragility) adalah merupakan penyebab utama munculnya krisis ekonomi. Ekonomi yang mengalami inflasi yang tidak terkawal, defisit neraca pembayaran yang besar, pembatasan perdagangan yang berkelanjutan, kadar pertukaran mata uang yang tidak seimbang, tingkat bunga yang tidak realistik, beban hutang luar negeri yang membengkak dan pengaliran modal yang berlaku berulang kali, telah menyebabkan kesulitan ekonomi, yang akhirnya akan memerangkapkan ekonomi negara ke dalam krisis ekonomi. Ini dengan jelas menunjukkan bahwa defisit neraca pembayaran (deficit balance of payment), beban hutang luar negeri (foreign debt-burden) yang membengkak–terutama sekali hutang jangka pendek, investasi yang tidak efisien (inefficient investment), dan banyak indikator ekonomi lainnya telah berperan aktif dalam mengundang munculnya krisis ekonomi. Sementara itu, penyebab utama krisis lainnya adalah kepincangan sektor moneter (keuangan) dan sektor riil. Sektor keuangan berkembang cepat melepaskan dan meninggalkan jauh sektor riil. Dimana dalam sistem ekonomi kapitalisme neo liberal, tidak mengaitkan sama sekali antara sektor keuangan dengan sektor riil. Tercerabutnya sektor moneter dari sektor riel terlihat dengan nyata dalam bisnis transaksi maya melalui transaksi derivatif yang penuh spekulasi. Transaksi maya mencapai lebih dari 95 persen dari seluruh transaksi dunia. Sementara transaksi di sektor riel berupa perdagngan barang dan jasa hanya sekitar 5 (lima) persen saja.Sebagaimana disebut di atas, perkembangan dan pertumbuhan finansial di dunia saat ini, sangat tak seimbang dengan pertumbuhan sektor riil. Realitas ketidakseimbangan arus moneter dan arus barang/jasa tersebut, mencemaskan dan mengancam ekonomi berbagai negara. Ketidakseimbangan antara arus moneter dan arus barang/jasa sebagai adanya decoupling, yakni fenomena keterputusan antara maraknya arus uang (moneter) dengan arus barang dan jasa. Fenomena ketidakseimbangan itu dipicu oleh maraknya bisnis spekulasi (terutama di dunia pasar modal, pasar valas dan properti), sehingga potret ekonomi dunia seperti balon (bubble economy). Dimana jumlah uang yang beredar bukanlah variabel yang dapat ditentukan begitu saja oleh pemerintah sebagai variabel eksogen. Jumlah uang yang beredar ditentukan sebagai variabel endogen, yaitu ditentukan oleh banyaknya permintaan uang di sektor riil, atau dengan kata lain, dalam perekonomian, jumlah uang yang beredar sama banyaknya dengan nilai barang dan jasa. Jadi, sektor finansial mengikuti pertumbuhan sektor riel. Sistem ekonomi kapitalisme, jelas memisahkan antara sektor finansial dan sektor riel. Akibat pemisahan itu, ekonomi dunia rawan krisis, khususnya negara–negara berkembang. Sebab, pelaku ekonomi tidak lagi menggunakan uang untuk kepentingan sektor riil, tetapi untuk kepentingan spekulasi semata. Spekulasi inilah yang dapat menggoncang sendi-sendi ekonomi negara, khususnya negara yang kondisi politiknya tidak stabil. Akibat spekulasi itu, jumlah uang yang beredar sangat tidak seimbang dengan jumlah barang di sektor riil. Spekulasi mata uang yang mengganggu ekonomi dunia, umumnya dilakukan di pasar-pasar uang. Pasar uang di dunia ini saat ini, dikuasai oleh enam pusat keuangan dunia (London, New York, Chicago, Tokyo, Hongkong dan Singapura). Nilai mata uang negara lain, bisa saja tiba-tiba menguat atau sebaliknya. Di pasar uang tersebut, peran spekulan sangat signifikan untuk menggoncang ekonomi suatu negara. Inggris, sebagai negara yang kuat ekonominya, ternyata pernah sempoyongan akibat ulah spekulan di pasar uang. Kegiatan spekulasi tersebut hanya memanfaatkan fasilitas-fasilitas yang terdapat dalam pasar uang dengan kegiatan spekulasi untuk menumpuk kekayaan mereka tanpa kegiatan produksi yang riil. Dapat dikatakan uang tertarik pada segelintir pelaku ekonomi meninggalkan lubang yang menganga pada sebagian besar spot ekonomi. Mekanisme bunga (interest rate) juga menggurita bersama sistem hutang ini. Yang kemudian membuat sistem perekonomian harus menderita ketidakseimbangan kronis. Sistem hutang hanya melayani kepentingan spekulator, kepentingan segelintir pelaku ekonomi. Namun segelintir pelaku ekonomi tersebut menguasai sebagian besar asset yang ada di dunia. Kegiatan spekulasi meraup keuntungan dari selisih harga beli dan harga jual. Makin besar selisihnya, makin menarik bagi para spekulan untuk bermain. Dari rangkaian krisis yang telah terjadi , terlihat dengan nyata, bahwa sistem ekonomi kapitalisme yang menganut paham laize faire dan berbasis bunga kembali tergugat. Fukuyama mengemukakan bahwa Faham kapitalisme neoliberal tidak bisa lagi dipertahankan dipertahankan. Karena sistem ekonomi kapitalisme telah gagal menciptakan tata ekonomi dunia yang berkeadilan dan stabil.Di bawah dominasi sistem kapitalisme, kerusakan ekonomi terjadi di mana-mana. Dalam beberapa dekade terakhir ini, terbukti perekonomian dunia terus mengalami suatu fase yang sangat tidak stabil dan masa depan yang sama sekali tidak menentu. Setelah mengalami masa sulit karena tingginya tingkat inflasi, ekonomi dunia kembali mengalami resesi yang mendalam, tingkat pengangguran yang parah, ditambah tingginya tingkat suku bunga riil serta fluktuasi nilai tukar yang tidak sehat. Dampaknya tentu saja kehancuran sendi-sendi perekonomian negara-negara maju maupun berkembang, proyek-proyek raksasa terpaksa mengalami penjadwalan ulang, ratusan pengusaha gulung tikar, jutaan tenaga kerja terancam PHK, harga-harga barang dan jasa termasuk barang-barang kebutuhan pokok mengalami kenaikan tak terkendali.Krisis tersebut semakin memprihatinkan karena adanya kemiskinan ekstrim di banyak negara, berbagai bentuk ketidakadilan sosio-ekonomi.
nia 2011